Ludruk, Komedi ala Rakyat

Ludruk adalah sebuah pertunjukkan seni drama tradisional yang berasal dari Jawa Timur. Ludruk sama halnya dengan ketoprak namun yang membedakan adalah jika ketoprak menggunakan ide cerita yang berlatar waktu pada masa lalu (berdasar pada kisah sejarah atau dongeng), lain halnya dengan ludruk yang menggunakan ide cerita yang berlatar waktu pada masa sekarang / saat ini (berdasar pada cerita yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari, cerita perjuanagan, dll)

Dibalik guyonan dalam pertunjukkan ludruk, juga terdapat banyak pendidikan karakter yang terkandung dalam setiap pertunjukkan ludruk. Dalam setiap gerakan tari remo mengandung cerita kepahlawanan yaitu tentang keberanian seorang pangeran bertempur di medan perang. Dalam kidungan atau parikan yang dinyanyikan mengikuti iringan gendhing Jawa Timur an dengan musik gamelan, peludruk melontarkan pesan moral, seperti kidungan dalam Ludruk RRI Surabaya yang mengandung pesan untuk mengamalkan pancasila (Wicaksono, 2018) : Pancasila dasar negoro. Nek wernone onok limo. Perlu dihayati lan diamalno. Sebab iku falsafah bongso ( arti : Pancasila dasar negara. Yang warnanya ada lima. Perlu dihayati dan diamalkan. Sebab itu falsafah bangsa). Pendidikan karakter yang diambil lewat peludruk adalah seperti pada lakon Joko Sambang Pendekar Gunung Gangsir yang peduli, tanggung jawab, banyak akal, empati, loyalitas, disiplin, respect, religius, dan berakhlak mulia (Sulistyo, 2017).

Di era digital saat ini, kesenian ludruk mulai redup. Masyarakat lebih memilih melihat drama dan lawakan melalui televisi maupun internet seperti dari youtube. Selain itu, para generasi muda juga enggan untuk menonton maupun mempelajari kesenian ludruk. Para generasi muda kurang meminati kesenian ini karena dianggap jadul, kuno, dan lebih cocok untuk kalangan orang tua saja. Mereka lebih tertarik menonton sinetron maupun drama percintaan di televisi